Manchester United Tak Berkutik Lawan Spurs di Final Europa: Apa yang Salah di Bilbao?

Manchester United Tak Berkutik Lawan Spurs di Final Europa: Apa yang Salah di Bilbao?

skorsepakbola – Malam yang seharusnya menjadi ajang kebangkitan Manchester United justru berubah menjadi pameran kekacauan taktik dan buruknya koordinasi tim. Final UEFA Europa League musim ini berakhir mengecewakan bagi Setan Merah setelah ditundukkan Tottenham Hotspur dengan skor 2-0. Dalam laga yang digelar di Stadion San Mamés, Bilbao, MU tampil tanpa arah, kehilangan semangat, dan gagal menyaingi intensitas serta kedisiplinan taktik dari skuad asuhan Ange Postecoglou.

Pertanyaannya, apa yang sebenarnya salah dengan Manchester United di final ini? Bagaimana mungkin tim dengan deretan pemain bintang tampil begitu tak berdaya?

Babak Pertama: Ketika Spurs Menari, MU Hanya Menonton

Sejak menit pertama, Spurs mengambil alih permainan dengan gaya khas Postecoglou: high pressing, transisi cepat, dan pergerakan cair antarlini. Sebaliknya, MU terlihat pasif, terlalu berhati-hati, dan tidak punya jawaban atas tekanan lawan.

Kesalahan Taktikal

MU memulai pertandingan dengan formasi 4-3-3, menempatkan Bruno Fernandes sebagai playmaker, dan Casemiro sebagai jangkar. Namun, trio lini tengah MU justru tenggelam oleh duo Bissouma dan Bentancur yang tampil agresif dan solid. Ten Hag gagal mengantisipasi intensitas Spurs, yang menekan tinggi dan tidak membiarkan MU membangun permainan dari belakang.

Statistik babak pertama:

  • Spurs: 6 tembakan, 3 on target
  • MU: 1 tembakan, tanpa arah ke gawang

Spurs seolah tahu setiap kelemahan MU. Mereka menyerang sisi kiri pertahanan, mengekspos Luke Shaw yang lambat dalam bertahan, dan memancing Dalot keluar dari posisinya.

Babak Kedua: Blunder dan Frustasi

Gol pertama datang di menit 52 lewat skema yang sangat khas Spurs—transisi cepat dari tengah, diakhiri dengan sontekan Son Heung-min usai memanfaatkan bola muntah hasil tembakan Maddison.

Namun yang paling menyakitkan tentu adalah gol kedua. Sebuah kesalahan mendasar dari Andre Onana saat mengantisipasi umpan silang membuat bola liar jatuh di kaki Kulusevski, yang dengan tenang menyelesaikannya. Skor 2-0 dan pertandingan seolah selesai.

Kesalahan Individu yang Berulang

Andre Onana lagi-lagi menjadi sorotan. Kiper yang direkrut dengan harga mahal dari Inter Milan itu kembali melakukan blunder di momen penting. Bukannya menjadi fondasi pertahanan, Onana justru menjadi momok bagi para pendukung sendiri. Beberapa kesalahan Onana di final ini:

  • Salah positioning di gol pertama
  • Blunder antisipasi bola lambung
  • Komunikasi buruk dengan bek tengah

Kombinasi dari kesalahan taktik dan individu seperti Onana membuat momentum benar-benar berpihak pada Spurs. Ten Hag pun tampak kehabisan ide di pinggir lapangan.

Baca Juga :

Masalah Manchester United: Tak Hanya Soal Kiper

Meski Onana jadi kambing hitam utama, sebenarnya masalah MU jauh lebih kompleks. Kelemahan mereka di laga ini mencerminkan masalah mendasar yang sudah berlangsung sepanjang musim.

  • Kurangnya Struktur Permainan

MU tidak memiliki identitas bermain yang jelas. Dalam laga ini, mereka kesulitan membangun serangan, terlalu mengandalkan improvisasi individu seperti Bruno dan Garnacho. Tidak ada rencana taktis yang terstruktur untuk melawan sistem Spurs yang jelas dan rapi.

  • Lini Tengah Lemah

Casemiro bermain cukup baik secara individu, namun ia sendirian. Eriksen tidak cukup cepat untuk bertahan, Bruno terlalu maju, dan hasilnya adalah lubang besar di tengah lapangan yang dimanfaatkan sepenuhnya oleh Spurs.

  • Minim Peluang Nyata

MU hanya mencatatkan 3 tembakan ke gawang selama 90 menit, dan tidak satupun benar-benar berbahaya. Rasmus Højlund seperti “terputus” dari permainan. Ia jarang mendapat suplai bola matang, dan ketika mendapatkannya, ia dikepung dua hingga tiga pemain Spurs.

Perbandingan: Spurs Bermain Sebagai Tim, MU Sebagai Kumpulan Individu

Yang paling mencolok dari laga ini bukan hanya skor, tapi cara kedua tim bermain. Spurs tampil sebagai satu unit—dengan sinergi, komunikasi, dan kerja sama yang terstruktur. Sementara MU terlihat seperti tim yang baru pertama kali main bareng.

Kejelasan Sistem Spurs

  • Maddison bebas bergerak mencari ruang
  • Son dan Kulusevski bergantian masuk ke kotak penalti
  • Porro dan Udogie berani overlap untuk menciptakan overload di sayap
  • Bissouma menutup setiap celah yang terbuka di tengah

Setiap pemain Spurs tahu perannya. Sebaliknya, MU terlihat seperti “berdoa” agar ada satu momen ajaib dari Bruno atau Rashford.

Apa Kata Ten Hag?

Dalam wawancara usai laga, Erik ten Hag berkata:

“Kami kalah oleh tim yang lebih siap. Kami tidak bermain di level yang kami targetkan. Ada hal-hal yang harus kami evaluasi.”

Sayangnya, ini bukan pertama kalinya Ten Hag mengucapkan hal serupa. Fans mulai meragukan apakah sang pelatih benar-benar punya kontrol terhadap timnya, atau justru sudah kehilangan arah.

Fans: Dari Frustrasi Menjadi Marah

Di media sosial, suara kekecewaan membanjiri akun resmi MU. Tagar #TenHagOut kembali menggema. Beberapa komentar menyuarakan apa yang banyak fans rasakan:

“Kami tidak marah karena kalah di final. Kami marah karena kalah tanpa perlawanan.”

“Spurs terlihat seperti tim pemenang. MU terlihat seperti peserta yang tersesat.”

Suporter mulai hilang sabar. Mereka butuh jawaban, bukan alasan.

Apa yang Harus Dilakukan MU?

Jika MU ingin kembali ke jalur kemenangan dan menjuarai kompetisi besar, ada beberapa langkah konkret yang perlu dilakukan:

  • Evaluasi Manajerial

Apakah Ten Hag masih orang yang tepat? Apakah sudah waktunya membawa pelatih baru dengan pendekatan berbeda?

  • Ganti Kiper

Onana tak bisa terus jadi starter jika performanya merugikan tim. Cari kiper dengan karakter yang lebih cocok untuk EPL dan laga-laga krusial.

  • Bangun Lini Tengah yang Seimbang

Casemiro butuh pasangan yang kuat, dinamis, dan mampu bertahan serta menyerang sama baiknya. Gelandang seperti Declan Rice atau Barella seharusnya jadi target.

  • Bentuk Identitas Bermain

MU butuh sistem. Tidak bisa terus mengandalkan keajaiban individu. Spurs membuktikan bahwa taktik dan sistem bisa mengalahkan tim dengan nama besar sekalipun.

MU Kalah di Semua Aspek

Final Liga Europa ini seharusnya menjadi kesempatan MU menutup musim dengan manis. Namun kenyataannya, mereka justru dipermalukan di hadapan dunia. Spurs bukan hanya menang dalam skor, tapi juga dalam taktik, kerja sama tim, dan semangat juang.

Satu hal yang pasti: jika Manchester United ingin kembali menjadi tim besar di Eropa, mereka harus berhenti bergantung pada “nama besar” dan mulai membangun sistem. Kalah di Bilbao adalah sinyal kuat bahwa perubahan mendalam diperlukan, sebelum segalanya benar-benar terlambat.

Dr. Arjuna Pratama memulai karirnya sebagai penulis sejak masih di bangku kuliah. Dengan gaya penulisan yang memadukan keindahan bahasa dan kedalaman emosi, karya-karyanya selalu berhasil menyentuh hati para pembaca.