skorsepakbola.com – Imbang Lawan Lyon, Ruben Amorim Ogah Jadikan Andre Onana Kambing Hitam, Manchester United kembali mencatat hasil kurang maksimal dalam laga uji coba pramusim setelah ditahan imbang 2-2 oleh Olympique Lyon. Pertandingan yang digelar di Stadion Nasional Lisbon ini berlangsung seru dan penuh eksperimen, terutama dari sisi taktik karena ada satu kejutan: Ruben Amorim, pelatih Sporting CP yang santer dikabarkan sebagai kandidat kuat pengganti Erik ten Hag, hadir langsung dan sempat memberi pernyataan pasca-laga.
Yang menarik, saat ditanya soal blunder Andre Onana yang lagi-lagi menjadi penyebab gol lawan, Amorim — yang dikenal lugas dan objektif — menolak menjadikan sang kiper kambing hitam.
Lho, padahal bukti di lapangan jelas: satu umpan salah dari Onana di babak kedua langsung berujung gol penyeimbang Lyon.
Pertandingan Singkat yang Mengungkap Banyak Hal
Seperti biasa, pertandingan uji coba bukan sekadar soal skor. Ini adalah ajang uji taktik, mental pemain, dan rotasi skuad. Manchester United yang menurunkan sejumlah nama muda dan pelapis, termasuk Joshua Zirkzee, Mason Mount, dan Kobbie Mainoo, tampil cukup dominan di babak pertama. Mereka unggul lebih dulu lewat gol Zirkzee yang memanfaatkan assist Bruno Fernandes.
Namun di babak kedua, performa MU mulai longgar. Kombinasi antara rotasi berlebihan, kelelahan fisik, dan hilangnya konsentrasi membuat Lyon menemukan celah.
Dan puncaknya terjadi di menit ke-68 ketika Andre Onana mencoba membangun serangan pendek dari belakang. Ia memberikan umpan ke arah bek tengah yang sedang dijaga ketat oleh striker Lyon, yang langsung mencuri bola dan menyarangkan gol dengan mudah.
Publik langsung heboh. Media sosial riuh menyalahkan Onana, menyebutnya “penjaga gawang paling berisiko di Inggris”, dan kembali membuka luka-luka lama dari blunder serupa yang terjadi musim lalu.
Namun ketika Ruben Amorim diminta komentarnya usai laga, ia memberikan perspektif berbeda.
Amorim: “Blunder Onana Itu Akibat Sistem, Bukan Pribadi”
Dalam wawancara singkat dengan TV Portugal, Ruben Amorim — yang duduk di tribun VIP bersama beberapa pengamat Premier League — menyatakan:
“Saya tidak melihat blunder Onana sebagai kesalahan individu. Ia menjalankan instruksi yang sesuai dengan sistem bermain modern. Jika ada kesalahan, maka evaluasinya harus menyeluruh. Menyalahkan satu pemain, apalagi di laga uji coba, adalah bentuk analisis yang malas.”
Pernyataan ini langsung viral. Sebab Amorim bukan hanya membela Onana, tapi juga menyentil pendekatan analisis publik yang terlalu sempit. Ia mengajak semua pihak melihat konteks — bahwa gaya bermain dari belakang yang diterapkan Erik ten Hag (dan juga di Sporting CP di bawah Amorim) memang penuh risiko, dan kesalahan adalah bagian dari proses pembelajaran.
Gaya Bermain Onana: Risiko Tinggi, Hadiah Tinggi
Andre Onana adalah tipikal “sweeper-keeper” modern. Ia tak hanya berdiri di bawah mistar, tapi juga bagian dari build-up play — semacam gelandang kelima dalam formasi 4-3-3. Ia nyaman dengan bola, punya distribusi luar biasa, dan sering mengambil risiko untuk mempertahankan penguasaan bola.
Namun, sebagaimana dicatat Amorim, gaya bermain seperti ini mengandung risiko inheren. Saat lawan menerapkan pressing tinggi, satu kesalahan kecil bisa berubah jadi gol.
Justru di sinilah letak tarik ulurnya: pelatih modern seperti Amorim atau Ten Hag tahu bahwa demi kontrol permainan, mereka butuh kiper seperti Onana. Tapi mereka juga sadar akan ada masa-masa sulit — terutama ketika koordinasi tim belum 100% klop.
Amorim dan Onana: Sudut Pandang yang Nyambung
Menariknya, jika benar Ruben Amorim suatu hari nanti mengambil alih kursi panas di Old Trafford, ia akan bekerja dengan pemain seperti Onana, yang sangat sesuai dengan sistemnya.
Di Sporting CP, Amorim sudah terbiasa memainkan kiper yang aktif dalam penguasaan bola. Bahkan ia pernah berujar:
“Penjaga gawang pertama-tama adalah pengatur tempo, baru penyelamat gawang.”
Pernyataan itu seolah mencerminkan pemahaman yang dalam terhadap fungsi kiper modern — sebuah pergeseran filosofi besar dari era konvensional yang hanya menilai kiper dari jumlah clean sheet atau penyelamatan penalti.
Mengapa Amorim Menolak Kambing Hitam?
Tindakan Amorim menolak menyalahkan Onana bisa dibaca dalam beberapa lapisan:
-
Pemahaman Taktik yang Mendalam
Amorim tahu bahwa satu kesalahan dalam sistem permainan tidak bisa dibebankan ke individu. Ia lebih tertarik pada “struktur” daripada “oknum”. Ia tidak mencari kambing hitam, tapi lebih fokus pada bagaimana kesalahan bisa dikurangi lewat pendekatan tim. -
Mentalitas Pelatih Modern
Pelatih muda seperti Amorim paham pentingnya menjaga mental pemain — terutama pemain yang sedang jadi sasaran kritik. Dengan membela Onana secara terbuka, ia mengirim sinyal kepada semua pemain bahwa kesalahan adalah bagian dari proses berkembang. -
Isyarat untuk Masa Depan?
Ada juga yang membaca sikap Amorim ini sebagai “kode” jika ia benar akan melatih MU musim depan. Dengan bersikap bijak pada situasi seperti ini, ia menunjukkan kematangan manajerial — hal yang sangat dibutuhkan di klub sebesar MU yang penuh tekanan.
Bagaimana Reaksi Ten Hag dan Onana Sendiri?
Sementara itu, Erik ten Hag dalam konferensi pers pascalaga menolak membahas terlalu banyak soal kesalahan Onana. Ia lebih fokus pada jalannya pertandingan dan progres tim secara keseluruhan. Ten Hag menilai laga uji coba ini penting untuk mengasah chemistry, dan menyebut performa tim “cukup positif di 60 menit pertama”.
Andre Onana sendiri belum memberikan komentar langsung pasca pertandingan, namun berdasarkan gestur tubuhnya saat gol terjadi, terlihat jelas ia sangat menyadari kesalahan itu. Tapi di sisi lain, ia tetap terlihat percaya diri, tetap memberi instruksi, dan tidak terpuruk secara mental.
Apakah Kritik Publik Berlebihan?
Di era media sosial seperti sekarang, satu kesalahan kecil bisa jadi trending topic dalam hitungan menit. Dan Onana sudah terlalu sering merasakan hal itu — bahkan sejak awal kedatangannya ke Manchester United.
Namun yang dilupakan banyak orang adalah: kiper seperti Onana dibentuk oleh sistem. Ia akan tampil luar biasa jika sistem mendukung, tapi akan terlihat “berbahaya” jika tim tidak sinkron dalam membangun serangan.
Itulah sebabnya pelatih seperti Amorim tidak langsung menyalahkan individu. Ia tahu bahwa sepak bola modern bukan lagi soal aksi tunggal, melainkan koneksi kolektif.
Onana Memang Salah, Tapi Bukan Sendirian
Dalam sepak bola, menyalahkan pemain karena satu blunder itu mudah — bahkan memuaskan. Tapi melihat konteks di balik kesalahan itu jauh lebih sulit, tapi juga jauh lebih penting.
Ruben Amorim, dengan caranya yang tenang dan diplomatis, berhasil menunjukkan bagaimana pelatih modern seharusnya bersikap: bukan mencari kambing hitam, tapi mencari solusi.
Andre Onana bukan tanpa celah. Ia masih perlu evaluasi, terutama dalam pengambilan keputusan di bawah tekanan. Tapi menaruh semua beban di pundaknya atas hasil imbang melawan Lyon bukanlah jalan keluar yang bijak.
Yang dibutuhkan adalah evaluasi sistem, perbaikan komunikasi lini belakang, dan kepercayaan dari pelatih serta rekan setim. Dan jika benar Ruben Amorim akan jadi manajer Manchester United di masa depan, maka Onana mungkin baru saja mendapatkan sekutu paling penting dalam kariernya.